Selasa, 05 Januari 2010

Terus untuk mencoba menulis...Judulnya "Perjuangan Lembaga"

Bismillahir-rahmanir-rahii
m, Alhamdulillah rabbil’alamin, wash-shalatu was-salamu ‘ala asyrafil mursalin, wa ala alihi washahbihi ajma’in. Amma Ba’du,

Perjuangan Lembaga

TOTALITAS PERJUANGAN

Kepada Para Mahasiswa
Yang Merindukan Kejayaan
Kepada Rakyat Yang Kebingungan
Di Persimpangan Jalan

Kepada Pewaris Peradaban
Yang Telah Menggoreskan
Sebuah Catatan Kebanggaan
Di Lembar Sejarah Menusia

Reff:
Wahai Kalian Yang Rindu Kemenangan
Wahai Kalian Yang Turun Kejalan
Demi Mempersembahkan Jiwa Dan Raga
Untuk Negeri Tercinta

Mars kejayaan mahasiswa


Apalah artinya perjuangan namun tanpa isi dan Apa yang terjadi apabila perjuangan tidak memiliki makna. Sehingga semuanya hanyalah sia-sia belaka dan kekosongan semata.

Di setiap Perjuangan yang kita lakukan haruslah memiliki nilai sehingga menggoreskan catatan sejarah untuk peradaban manusia…menghasilkan kekuatan perubahan untuk kemajuan umat…meningkatkan kemashalatan di negeri ini…Tidak hanya itu perjuangan haruslah dibawa oleh manusia yang memiliki semangat juang yang tinggi bersama kerinduan yang menggelora untuk bisa meraih kemenangan…

Saat ini pintu peluang untuk berjuang telah terbuka dalam meraih kedudukan di lembaga kampus. Maka perjuangan untuk meraihnya harus dioptimalkan. Kenapa hal ini menjadi sebuah keharusan untuk memperjuangkannya ? ini dikarenakan Tujuannya adalah untuk mengarahkan setiap kedudukan untuk memberi kontribusi bagi penyelesaian masalah dunia Islam. Semakin besar kedudukan lembaga yang ada pada aktivitas dakwah, perannya harus semakin besar bagi penyelesaian masalah dunia Islam.

Perjuangan ini adalah termasuk jihad politik. Jihad dalam bahasa Arab berasal dari kata jahada yajhadu juhdan wa jahdan wa jihadan yang berarti at-thaqah (kekuatan) wa masyaqqah (beban). Jihad berarti mengoptimalkan kemampuan melawan musuh. Sedangkan dalam terminology syariat, jihad adalah mengerahkan segenap potensi untuk menegakkan kalimat Allah. Sehingga peluang meraih kedudukan lembaga dijadikan sebagai potensi untuk menegakkan kalimat Allah.

Kedudukan tersebut harus digunakan untuk berkhidmat pada umat. Ini sesuai dengan paradigma Islam dalam hal praktisi politik yang ada di eksekutif atau legislative haruslah menjadi pelayan bagi umat.
Pemecahan masalah kemiskinan, kebodohan, penindasan, bahkan kelemahan iman butuh dukungan politik yang nyata. Kesuksesan jihad politik adalah manakala ada perubahan dari sisi kesejahteraan dan keadilan yang dirasakan umat, bukan pada kesejahteraan pribadi dan kelompok minoritas belaka.
Kedudukan yang diraih harus mendorong Islam menjadi tataran hidup mahasiswa dan lembaga, seperti meminimalkan kemaksiatan, menjaga hijab antara antara laki-laki dan perempuan, tidak berkhalwat, menjalankan musyawarah (syuro), mencegah kemudharatan, mencegah kemungkaran, memperhatikan waktu sholat ketika mengadakan sebuah acara, itulah tugas dan jihad politik yang harus dilakukan aktivis dakwah di panggung kelembagaan mahasiswa.

Jihad politik haruslah menyentuh perjuangan dan pembelaan terhadap syiar Islam. Syiar dalam ibadah, misalnya komitmen pada penegakan shalat di awal waktu dan berjamaah. Segala sesuatu yang terkait dengan syiar Islam harus diperjuangkan dalam aspek akidah, ibadah, sosial, atau politik. Kedudukan lembaga yang diperankan oleh kalangan aktivis dakwah harus berada pada garda terdepan dalam perjuangan syiar islam dan penghentian segala sesuatu yang merusak syiar islam.

Keberadaan kader dakwah di lembaga legislative dan eksekutif adalah untuk berdakwah dan mengubah, bukan untuk menikmati fasilitas. Setiap kader dakwah hendaknya meningkatkan perannya. Ketika mendapatkan fasilitas, fasilitas itu harus digunakan uintuk mengoptimalkan pelaksanaan peran dakwahnya.

Peran seorang dai dalam dakwah dan keterlibatannya dalam lembaga eksekutif dan legislative sangat terkait dengan citra dirinya sebagai dai. Citra itu berbanding lurus dengan akhlak atau kepribadian dai. Di lapangan, kepribadian setiap orang akan terlihat jelas. Masyarakat kampus akan melihat dia seorang yang amanah atau khianat. Seorang yang peduli atau egois, seorang yang zuhud atau rakus, seseorang yang istiqomah atau munafik, seorang yang berjuang untuk umatnya atau berjuang untuk dirinya saja dan seorang yang berjuang untuk islam atau untuk dunianya. Sangat ironis jika ada kader dakwah yang melanggar nilai islam.

Lembaga kemahasiswaan baik legislatif dan eksekutif haruslah menjadi lembaga yang komitmen dalam beramar ma’ruf nahi munkar yang mampu mengubah dengan kekuatan tangan dan kekuasaanya.
Aktivitas lembaga akan menjadi “ibadah”, yang apabila bertujuan untuk kemashalatan umat, didasarkan pada niat yang ikhlas mencari ridho Allah SWT, dan dilaksanakan dengan cara yang baik dengan akhlak terpuji , maka aktivitas ini menjadi ibadah yang benilai “amal shalih”.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda: “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, kalaulah kalian tidak memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, maka hampir-hampir Allah memberikan adzab-Nya, kemudian kalian berdoa dan tidak dikabulkan doanya.” (al-Hadits)

Imam Hasan Al-Banna menjelaskan tentang media dan sarana untuk menjadi wasilah bagi tegaknya dakwah. ‘Bahwa sarana dan cara yang kita pakai secara umum adalah memberikan kemantapan dan menyebarkan dakwah dengan berbagai sarana. Sehingga bisa mudah dipahami oleh masyarakat umum lalu menjadi opini public. Kemudian menyeleksi pribadi-pribadi yang baik untuk menjadi pendukung dakwah yang kokoh. Juga perjuangan beramar makruf nahi mungkar secara konstitusional agar dakwah ini memiliki suara di lembaga pemerintahan dan didukung oleh kekuatan eksekutif. Dengan dasar ini, ikhwah akan menjadi calon-calon khatib jamahiri (otorator), baik di masyarakat, parlemen, maupun sebagai pemimpin eksekutif. Percayalah akan pertolongan Allah selama tujuan kita adalah meraih keridhaan-Nya’.

Oleh karena itu, perjuangan lembaga amar makruf nahi mungkar, merupakan suatu keniscayaan bagi aktivis lembaga kampus baik di eksekutif maupun legislatif.
Wallahu a’lam

Bandung, 12 Muharam 1431 H…
Ku tulis dalam kamarku…kumulai saat waktu ashar…

Daftar Pustaka :
Santoso, Iman. 2008. Nasihat untuk Qiyadah dan Kader Dakwah. Jakarta : Robbani Press.
2008. Seri Taujihat pekanan jilid 2. Surakarta : Era Intermedia
Peran Politik Muslimah. Farid Nu'man. SS, Majalah Mimbar Tatsqif edisi 36 Th.V.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.