Selasa, 05 Januari 2010

Kucoba tuk menulis...Judulnya "Pemahaman"

Bismillahir-rahmanir-rahii
m, Alhamdulillah rabbil’alamin, wash-shalatu was-salamu ‘ala asyrafil mursalin, wa ala alihi washahbihi ajma’in. Amma Ba’du,

PEMAHAMAN

Umar bin Abdul Aziz ra berkata: “ Barang siapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada maslahatnya.” (Sirah wa Manaqibu Umar bin Abdul Aziz, oleh Ibnul Jauzi:250).

Pemahaman terhadap suatu objek berdampak langsung terhadap penyikapan apa pun yang terkait dengan objek tersebut. Pemahaman yang lurus dan utuh, akan membawa sikap yang parsial dan bengkok pula. Sebab, bayangan hanya akan mengikuti benda aslinya.

Orang ikhlas yang beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dan tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempanya, dapat tersesat jauh dari jalan kebenaran.

Oleh karena itu, Rasulullah saw. Selalu mendorong para sahabatnya untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang yang baru masuk Islam. Deliau mengatakan kepada mereka, “Berilah pemahaman kepada saudaramu dalam urusan agama ini. Bacakan dan ajarkanlah Al Qur’an kepadanya.” (H.R Ath Thabarani)

Pemahaman Islam yang syamil dan mutakamil harus meliputi beberapa hal berikut ini:
1. Pemahaman terhadap ilmu Syar’i
2. Pemahaman terhadap sejarah dan perkembangan dunia Islam kontemporer
3. Pemahaman terhadap ilmu politik
4. Pemahaman terhadap ilmu kehidupan
5. Pemahaman ilmu manajemen
6. Pemahaman tentang ilmu social
7. Pemahaman tentang ilmu ekonomi

Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Pemahaman terhadap ilmu Politik, Semoga ini bisa dijadikan bekal awal aktivis dakwah yang berada di lembaga kampus baik legislatif dan eksekutif.

As-Siyasah Asy-Syar'iyyah dalam Islam.

Secara bahasa (lughatan), As-Siyasah berasal dari kata ساس yang artinya mengatur, memimpin, dan memerintah. (Saasa al Qauma) : mengatur, memimpin dan memerintah kaum itu. (Assaa-is) : pengatur, pemimpin, manajer, administrator. Sedangkan (As-Siyaasah) artinya: administrasi, manajemen.
Dikatakan (Saasa Ar Ra'iyah yasuusuha siyasatan): mengatur rakyat dengan siyasah (politik). Dikatakan pula (Saasa wa siisa ‘alaih): mendidik dan dididik.

Jadi, dari sisi bahasa, makna politik adalah berputar pada mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, dan mendidik. Seluruhnya adalah makna positif dan mulia.

Makna secara syariat (syar’an), telah didefinisikan secara brilian oleh Imam Ibnu Aqil Al Hanbali Rahimahullah, sebagaimana telah dikutip oleh Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah sebagai berikut:
“As-Siyasah (politik) adalah aktifitas yang memang melahirkan maslahat bagi manusia dan menjauhkannya dari kerusakan (Al fasad), walaupun belum diatur oleh Rasulullah SAW dan wahyu Allah pun belum membicarakannya. Jika yang Anda maksud “politik harus sesuai syariat” adalah politik tidak boleh bertentangan dengan nash syariat, maka itu benar. Tetapi jika yang dimaksud adalah politik harus selalu sesuai dengan teks syariat maka itu keliru dan bertentangan dengan yang dilakukan para shahabat.para khulafaur rasyidin telah banyak melakukan kebijaksanaan sendiri yang tidak ditentang oleh para shahabat nabi lainnya, baik kebijakan dalam peperangan atau penentuan jenis hukuman. Pembakaran mushaf (selain utsmani, ed) yang dilakukan oleh Ustman semata-mata pertimbangan akal demi tercapainya maslahat. Demikian pula Ali bin Abi Thalib yang membakar orang zindiq di Akhadid. Umar bin Khattab juga pernah mengasingkan Nashr bin Hajjaj.”

Lalu Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah mengomentari:
“Aku (Ibnul Qayyim) berkata: Inilah tema yang membuat tergelincirnya langkah manusia, tersesatnya pemahaman, dan menghasilkan pemikiran sempit dan perdebatan yang sengit…”
Dalam kitabnya yang lain, Al ‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah juga berkata:
“Maka, tidaklah dikatakan, sesungguhnya politik yang adil itu betentangan dengan yang dibicarakan syariat, justru politik yang adil itu bersesuaian dengan syariat, bahkan dia adalah bagian dari elemen-elemen syariat itu sendiri. Kami menamakannya dengan politik karena mengikuti istilah yang mereka buat. Padahal itu adalah keadilan Allah dan RasulNya yang ditampakkan tanda-tandanya melalui politik.”

Apa yang diulas Imam Ibnul Qayyim ini adalah benar, sebab Rasulullah SAW telah bersabda:
“Adalah Bani Israil, dahulu mereka disiyasahkan oleh para nabi.”

Maka, politik yang adil merupakan perilaku para nabi terhadap umatnya terdahulu. Dengan kata lain politik adalah salah satu warisan para nabi.

Imam An-Nawawi rahimahullah mengomentari hadits ini, katanya:
“Yaitu: mereka (para nabi) mengurus urusan mereka (bani Israil) sebagaimana yang dilakukan para pemimpin (umara’) dan penguasa terhadap rakyat. As siyasah adalah melaksanakan sesuatu dengan apa-apa yang membawa maslahat.”

Al-hafidz Ibnu Hajar rahimahullah memberikan syarah (penjelasan) sebagai berikut:
“Dalam hadits ini terdapat isyarat, bahwa adanya keharusan bagi rakyat untuk memiliki pemimpin yang akan mengurus urusan mereka dan membawa mereka kepada jalan kebaikan, dan menyelamatkan or yang dizalimi dari pelaku kezaliman.”

Demikianlah hakikat As-Siyasah Asy-Syar'iyyah yang dipaparkan oleh para ulama kredibel berdasarkan pemahamannya terhadap kesucian syariat Islam. Politik –pada dasarnya- adalah mulia, penuh keadilan, memiliki maslahat, mengurangi mafsadat, jauh dari kekotoran hawa nafsu dunia; intrik, menghalalkan segala cara, tipu menipu, dan saling sikut. Dengan kata lain, politik merupakan salah satu bentuk amal shalih bagi manusia, baik laki-laki atau perempuan. Namun, penyikapan dan penilaian manusia terhadap politik telah berubah seiring perubahan realita politik itu sendiri, setelah diracuni oleh pemikiran Nicolo Machiaveli, yakni tubarrirul wasilah (menghalalkan segala cara). Politik hari ini telah jauh dari dasar-dasar syariat, melainkan berkiblat kepada politik kezaliman yang dikembangkan oleh para tiran. Hingga akhirnya seorang reformis seperti Syaikh Muhammad Abduh berkata: aku berlindung kepada Allah dari politik, politikus, kajian politik dan membicarakan politik.

Walahu a’lam
Kutulis dalam keheningan malam…di ruang kamarku…
Bandung, 12 Muharam 1431 H

Daftar Pustaka :
2008. Seri Taujihat pekanan jilid 2. Surakarta : Era Intermedia
Musthafa Muhammad Thahan. 2007. Pemikiran Moderat Hasan Al Banna. Bandung: PT Syaamil Cipta Media
Muhammad Abdullah Al Kahtib & Muhammad Abdul Halim Hamid. Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan. 2001. Bandung: Asy Syaamil Press & Grafika.
Peran Politik Muslimah. Farid Nu'man. SS, Majalah Mimbar Tatsqif edisi 36 Th.V.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.