Sabtu, 24 Juli 2010

Sucikan Diri..

Qad aflaha man zakkaahaa. Wa qad khaaba man dassaahaa
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 9-10)

Allah swt. Menegaskan bahwa kalau kita ingin menjadi insan yang beruntung, harus gemar membersihkan jiwa dan menjauhkan diri  dari perbuatan yang dapat mengotori jiwa.
Jika jiwa diibaratkan sebuah lampu motor  maka, ketika lampu motor tersebut kotor, penuh dengan debu, tidak dipelihara atau dirawat maka tidak bisa digunakan untuk menerangi jalan, dan apabila lampu motor kita dijaga dengan baik, dirawat dan selalu dibersihkan, maka lampu motor tersebut menjadi penerang jalan.
Jalan kehidupan harus diringi dengan kesucian jiwa. Karena kesucian sebagian dari iman.
Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari r.a berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
“Kesucian merupakan bagian dari iman, ‘alhamdulillah memenuhi timbangan, ‘ subhanallah’ memenuhi ruangan antara langit dan bumi, shalat itu cahaya, sedekah itu bukti, sabar itu sinar, Al-Qur’an itu hujah yang membela atau menghujatmu. Setiap manusia pergi bekerja. Ada yang menjual dirinya; ada yang membebaskan dirinya; ada pula yang menghancurkan dirinya.” (HR.Muslim)
“Kesucian merupakan sebagian dari iman”, Al-Ghazali menafsirkan kesucian tersebut dengan kesucian hati dari rasa dendam, hasud, iri dan penyakit-penyakit hati lainnya. Jelasnya, keimanan yang sempurna tidak akan tercapai kecuali dengan kesucian tersebut. Orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dia telah memperoleh setengah keimanan. Apabila hatinya suci dari berbagai penyakitnya, sempurnalah imannya. Sedangkan apabila hatinya tidak suci dari penyakit-penyakitnya, maka keimanannya kurang sempurna.
Sebagian ulama mengatakan barangsiapa melaksanakan shalat dengan terlebih dahulu menyucikan hatinya dan berwudhu atau mandi, berarti dia shalat dengan dua kesucian sekaligus. Sementara orang yang hanya menyucikan anggota badan yang lahir, berarti dia hanya shalat dengan salah satu kesucian. Sementara Allah Ta’ala hanya akan melihat kepada kesucian hati, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan melihat bentuk dan kulitmu, tetapi Dia akan melihat kepada hatimu.”
Indikasi jiwa yang kotor ialah kelemahan jiwa, dan kelemahan jiwa membuka pintu penyakit hati.
Kelemahan jiwa adalah sumber penyakit syahwat, menyebabkan seseorang tidak memiliki kemauan yang kuat yang sampai pada tingkat azam (tekad). (Membentuk Karakter Cara Islam, M. Anis Matta)
Menurut Ibnul Qayyim al-Jauzi, ketika seseorang melakukan maksiat maka dia telah menjadi tawanan syahwat. Tiada tempat yang paling sempit daripada penjara hawa nafsu. Juga tiada ikatan yang lebih keras dan lebih sukar daripada ikatan hawa nafsu. Bagaimana hati yang tertawa (penjara) bisa pergi kepada Allah di hari kemudian ? bagaimana ia harus melangkah ?
Ali bin Abi Tahlib r.a menceritakan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Tiada satu hati pun kecuali memiliki awan seperti awan menutupi bulan. Walaupun bulan bercahaya, tetapi karena hatinya ditutup oleh awan, ia menjadi gelap. Ketika awannya menyingkir, ia pun kembali bersinar.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Salah satu modal utama dari kesucian jiwa adalah ketaatan kepada Allah. Jiwa yang taat kepada Allah swt. hatinya selalu hidup dan bercahaya. Cerminannya akan membuahkan pribadi yang kuat untuk menghindari segala bentuk godaan setan yang menggoda manusia ke jalan keburukan, mengajak kepada kemaksiatan dan hembusan bisikan untuk mengotori hati sehingga bersarang berbagai macam penyakit hati.
Dari Al-Hasan, dia berkata, “Jika setan melihatmu dalam keadaan tidak taat kepada Allah, maka dia menganggapnya orang yang mati. Jika dia melihatmu senantiasa berada pada ketaatan kepada Allah, maka dia menyingkir darimu. Jika setan melihatmu sesekali begini dan sesekali begitu, maka dia kan bersemangat menggodamu.”
Semoga diri kita senantiasa menyucikan diri dari polutan-polutan yang dapat mengotori jiwa.
“Ya Muqallibal quluub, tsabbit qalbii’alaa diinika.’
Rasulullah saw. Pernah bersabda, ‘Wahai Ummu Salamah, tidak ada seorang manusia pun kecuali qalbunya berada antara dua jari Tuhan Yang Maha Rahman. Maka siapa saja yang Dia kehendaki, Dia luruskan, dan siapa yang Dia kehendaki, Dia biarkan dalam kesesatan.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Menurutnya hadis ini hasan).

Wallahu A’lam
Ahad, 12 Sya’ban 1431 H, 25 Juli 2010, Jam 10.43
Gola Ath-Thoolibu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.